Selasa, 13 Januari 2009

Kenangku Lampung

Telukbetung mu diantara pasir putih,
dari Tarahan hingga Mutun.
Laut yang menjulang sampai ke ujung Samudera Hindia.
Sepi, tak satu pun yang memperlihatkan ketegarannya di malam hari,
ketika malam telah menjenguk Tanjungkarang.
Bumi Ruwai Jurai yang berpakaian Tapis.
Dahulu gadis-gadismu masih bermahkota Siger.

Aku pernah Tidur di Pundakmu, diantara malam-malam mati,
sembari menunggangi gajah-gajah di tengah-tengah punggungmu.
meski nyatanya patung-patung itu yang ku namakan Bundaran Gajah.
Tak ada yang dapat terlupakan,
Batu tegi yang ku sebut Danaumu,
Way Lalaan yang ku sebut Niagaramu.
Lampung, aku pasti rindu Way Kambas,
juga diantara hutan-hutan sawit dan karet antara Blambangan Umpu hingga Sukadana,
Menapak kakiku bersama Bakauheni kepada Bandar Lampung.

13 Januari 2008, 1 Hari sebelum aku meninggalkan Bandar Lampung.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

dari dukun ke penyair?? weh... elok! huahahahahaha..

priwe kabare??